15 Mei 2013

“Sampan Zulaiha” Berlabuh di Binjai


“Sampan Zulaiha” Berlabuh di Binjai 
Oleh: Tanita Liasna 


Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. (saripuddin lubis:2010:1). Begitulah sastra, sebuah karya nyata dari manusia, yang berasal dari kehidupan manusia, dan dimanfaatkan dan dinikmati oleh manusia kembali. Tiga dalam satu wadah, tak dapat terpisahkan.Realita yang menjadi kebiasaan bahwa peminat acara sastra memiliki kapasitas yang kurang maksimal. Banyak orang yang enggan berfikir tentang sastra. Lihat saja, setiap ada acara yang diramu dengan tema sastra, maka peminatnya alangkah menyedihkan bila dibandingkan dengan acara yang diramu dengan tema kedatangan artis Ibukota atau artis Mancanegara. Diperparah pula dengan cukup minimnya pengajar-pengajar di sekolah yang kurang memperkenalkan sastra pada para peserta didik. Dihantam pula dengan kemerosotan minat mahasiswa yang berkecimpung dalam dunia sastra terhadap sastra itu sendiri. Ya hal itu dianggap lumrah, mengingat para petinggi negeri pun kurang memberikan perhatian lebih terhadap kemajuan sastra, dan artefak-artefak sastra.Dan “Sampan Zulaiha”; adalah sebuah antologi cerpen karya Sastrawan Nasional dan Asia Tenggara: Hasan Al Banna yang telah diluncurkan pada Sabtu (23/4) sore di kantin Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU). Antologi cerpen ini berisikan 15 cerpen yang dikemas apik dengan warna lokal kota Medan.Untuk menumbuhkan kecintaan terhadap sastra, memperkenalkan salah satu sastrawan Medan yang telah membahana hingga kepelosok negeri, serta mengobati rindu para penikmat sastra kota Binjai, maka STKIP Budidaya Binjai Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra menggelar Acara Talkshow Sastra “Makmurkan Sampan Zulaiha Bersama Hasan Al Banna”, yang diadakan minggu (28/5) di Pendopo Umar Baki. Penggagas acara ini adalah Saripuddin Lubis, S.Pd,. Di dukung oleh STKIP Budidaya Binjai. Dan didampingi oleh beberapa dosen, diantaranya Mastar Muham, M.Pd, Supiah Purba, S.Pd, Ali Sadikin, SS, Sri Hidayati, S.Pd, Novianti S.pd, serta Adriadi, M.pd. Dan dihadiri oleh hampir 537 peserta dari kalangan mahasiswa, pelajar, guru, dan juga umum.Acara ini berjalan cukup khitmat. Diawali sambutan dari Jamal dan Andi, selaku pembawa acara. Dilanjutkan dengan pembacaan doa. Lalu kata sambutan oleh Mastar Muham, M.Pd selaku ketua panitia, selanjutkan untaian sambutan dari Muslim Sembiring selaku ketua STKIP Budidaya, dan dilanjutkan dengan penampilan musikalisasi puisi oleh Komunitas Membaca, Menulis, dan Sastra Rumput Hijau SMA Negeri 2 Binjai, yang membawakan beberapa puisi, salah satunya “Sebab Pahlawan Namaku”, karya M. Raudah Jambak. Lalu sambutan dari Wakil Walikota Binjai, dan berlanjut pada pusat acara, yaitu Bedah Antologi Cerpen Terbaru Hasan Al Banna.Pada bedah buku ini disuguhkan dua pembicara, yaitu Saripuddin Lubis (Cerpenis, Esais, dan Dosen STKIP Budidaya Binjai), dan Ahmad Badren Siregar (Cerpenis dan Pelaku Seni). Dan yang menjabat sebagai moderator adalah Dani Sukma AS (Ketua Komunitas Penulis Anak Kampus (KOMPAK)). Bedah buku ini berjalan cukup kreatif, karena para hadirin antusias sekali dalam memberikan pertanyaan pada saat season pertanyaan di buka.Ada mahasiswa yang mempertanyakan mengapa gambar kumpulan kulit kerang yang menghiasi cover antologi cerpen Sampan Zulaiha. Lalu, memperdebatkan cerpen Rabiah, yang menceritakan tentang kepasrahan TKI ketika akan dijemput tali maut. Dan masih banyak lagi pertanyaan lain. Kesemua pertanyaan dijawab dengan bijak dan menarik oleh para pembicara. Dan setelah semua pertanyaan dijawab oleh pembicara, muncullah artis panggung yang sebenarnya, Hasan Al Banna. Para hadirin teramat meriah menyambut Hasan Al Banna di atas panggung. Setelah menyampaikan beberapa patah kata, Hasan pun berlalu dari panggung. Kemudian sebagai penutup acara, Komunitas Rumput Hijau kembali menggeliat penonton dengan kemerduan dan keindahan musikalisasi puisi mereka.Dimana Hasan Al BannaMenarik bagi penulis, sebagai panitia penulis merasa sangat lucu dengan pola tingkah para hadirin yang sibuk mengirimkan pesan singkat kepada penulis, perihal keberadaan Hasan Al Banna. “Kapan Hasan Al Banna muncul?”. “Mana Hasan Al Banna?”. Telepon seluler penulis tak henti menerima pesan singkat tersebut. Padahal tanpa mereka sadari, penulis yang mereka cari sedang berputar-putar ria mengitari arena acara. Geli! Benar-benar geli. Dan ketika sang penulis yang ditunggu-tunggu dipanggil ke atas panggung, semua terpana dan tak menyangka. Begitulah Hasan Al Banna; ramah, sederhana, bijak, rendah hati, dan apa adanya. Satu ungkapan Hasan yang tak mampu penulis lupakan adalah ungkapannya yang mengibaratkan pujian dan kritikan dari para penikmat karyanya sebagai sepasang kakinya. Beliau tidak ingin jika hanya pujian yang disodorkan padanya. Beliau juga ingin para penikmat karyanya menghadiahinya sebuah  kritikanKekuatan Antologi Cerpen Sampan Zulaiha            Sampan Zulaiha adalah sebuah buku antologi cerpen yang menyuguhkan warna lokal Sumatera Utara, seperti Tapanuli Selatan, dan daerah pesisir.  Dengan membaca cerpen-cerpen dalam Sampan Zulaiha kita sekarang sudah tahu arti dari Amangboru, Parompa Sadun, dan banyak lagi. Diksi yang dipergunakan membuai para pembaca untuk ikut melaut dalam lautan kata yang diramu oleh Hasan Al Banna. Seperti dalam petikan kata ini; “lautkah gemulai rahim yang mendamparkanku ke dunia?” Kemudian permasalahan yang dituangkan dalam setiap cerpen mencerminkan kehidupan sehari-hari yang kadang luput dari perhatian kita. Dan yang tak kalah menarik, tak lupa Hasan Al Banna mendekorasi setiap masalah ke dalam budaya-budaya nyata di masyarakat, baik yang berbau adat kesukuan ataupun adat yang diakibatkan dari kebiasaan “orang dulu”.            Kemudian kekuatan yang semakin mengekarkan cerpen-cerpen dalam Sampan Zulaiha adalah alur cerita yang sebagian besar beralur kilas balik. Dengan alur demikian, Hasan membuahkan cerpen-cerpen yang membuat pembaca bermain adrenalin, dan mereka-reka sendiri bagaimana penghujung dari cerita yang dinikmati.            Selanjutkan akhir cerita yang semuanya berakhir duka, membuat kesadaran pada manusia, bahwa hidup yang dijalani jaranglah mulus berjalan. Ada saja batu menyandung menciptakan perih, bahkan kematian tak terelakkan. Menyadarkan manusia untuk mensyukuri nikmat, dan menyadari semua pilihan adalah jalan yang harus ditempuh dan tak semuanya sesuai dengan harap. Semua memiliki masalah, semua memiliki pilihan.Bersyukur            Penulis wajib mensyukuri karena mendapat kesempatan bertanya langsung perihal sebab musibab munculnya judul besar Sampan Zulaiha. Lalu mencuri sedikit ilmu mujarab yang dimiliki oleh Hasan Al Banna. Begini hal yang penulis tanyakan: “Bagaimana cara menciptakan warna diksi kita sendiri, tanpa terbawa arus oleh para sastrawan yang kita kagumi?”
“Semua kata telah tersedia, kita harus pandai mengawinkan kata”.“Ibarat mengkloning, seperti itulah”. Jawab beliau dengan semburat senyum.Dan penulis juga berkesempatan mengkritik salah satu cerpen beliau yang menurut penulis kurang sampai pada logika penulis. Dan Hasan menghadiahi penulis dengan jawaban yang menarik, dan dengan satu pendiriannya: begitu Sampan Zulaiha diterbitkan dan diluncurkan, sang sampan adalah milik pembaca.           
Sampan Zulaiha adalah sebuah cerpen yang memuncahkan tangis dalam hati penulis, sekaligus kebahagiaan yang tak ada tara, karena dapat menikmatinya. Begitu juga 14 cerpen yang lain, menyelinap pada dinding-dinding pikiran penulis, melalui diksi-diksi yang begitu nyata dan alami.Ya, Bang Hasan, angsa imajinasi lebih anggun dari angsa di danau. 

Dermaga Rindu, 29 Mei 2011 
Email tanita_liasna@rocketmail.com. 
(Artikel ini telah dimuat di Rubrik TRP Analisa, 26 Juni 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar